MODERASI
BERGAMA:
Setia
Merawat Perbedaan
Mengutip pernyataan Noor Rachamat dalam bukunya Pengembangan Pluralisme di Indonesia menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk monopluralis artinya manusia memiliki kekhasan sebagai individu tetapi di saat bersamaan manusia memiliki keniscayaan sosiologis–selalu melekat pada kehidupan sosial (komunitas). Agama memainkan peran penting dalam memaknai kehidupan sosial. Itu sebabnya agama hadir tidak saja mengatur hubungan manusia dengan Tuhan melainkan berperan merajut hubungan dengan sesama menjadi lebih baik. Namun sayangnya saat ini agama defisit dalam hal mengelola hidup bersama. Benih eksklusivitas dalam setiap agama menjadi benalu bagi terwujudnya bonum populum (kebaikan bersama).
Konflik dan gesekan yang disponsori agama
semakin hari kian vulgar. Ketuhanan yang defisit kemanusian adalah bukti bahwa
agama tidak lagi dipahami sebagai pembawa kedamaian sebagaimana dipahami oleh
Rodney Stark. Bumi pertiwi yang ditakdirkan Tuhan sebagai tempat bagi segala
macam perbedaan khususnya perberdaan agama tidak dipahami sebagai anugerah
Tuhan melainkan sebagai ancaman. Persekusi, intimidasi bagi kelompok minoritas
yang sedang mengekspresikan imannya menjadi kisah yang selalu bersambung dan
entah kapan akan berakhir.
Menimbang urgensi hal tersebut, Lukman hakim Saifudin (Menteri Agama RI Periode 2014-2019) mempopulerkan term ‘moderasi beragama’ dan kini melalui Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 gagasan ini (moderasi beragama) menjadi Program Priositas Nasional. DPW MUKI Lampung concern dengan isu-isu keragaman, menyambut baik dan antusias kegiatan produktif yang dilakukan oleh Kementrian Agama Provinsi Lampung dalam Kegiatan bertajuk Orietansi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama yang terselenggara dari tanggal 16 sd 19 Juli 2024.