MUKI.OR.ID.Jakarta-VoxPoint Indonesia menyelenggarakan diskusi politik seri 4 dengan topik Memilah Gerakan Radikal dan Oposisi. Kegiatan ini adalah rangkaian kegiatan rutin pemberdayaan yang dilaksanakan setiap bulan oleh organisasi Voxpoint. Kegiatan dilaksanakan dikantor sekretariat Voxpoint bertempat di Sanggar Prathiwi Pasar Baru Jakarta pada Selasa 29 Oktober 2019.
Kegiatan dihadiri undangan terbatas yaitu para pimpinan organisasi termasuk anggota dari Forum Cinta Pancasila seperri MUKI, API dan Gerkindo. Hadir juga beberapa tokoh Katolik dalam diskusi tersebut. Menghadirkan tiga nara sumber yaitu Ahmad Yani, Siti Zuhro dan Sugandha.
Sebagai pemakalah awal adalah Ahmad Yani (Anggota DPR 2009 -2014/Advokat) dalam paparannya menyampaikan apakah memang ada radikalisme? Radikalisme adalah hantu di siang hari untuk kepentingan politik. Perkembangan politik dunia tentang radikal bisa saja berasal dari kerja intelijen. Dari ajaran agama tak ada yang menanamkan kebencian. Gerakan radikalisme sudah muncul di tahun 1971, marak kembali setelah bom Bali. Apakah di Indonesia yang dihuni oleh para orang radikalis? Kesepakatan kita sebagai bangsa adalah jalan tengah dengan Pancasila yang harus dimaknai oleh para tokoh agama sebagai dasar negara. Sesungguhnya radikal ini muncul karena ada persoalan-persoalan yang belum bisa diselesaikan di negara sejak lama. Karena itu tugas kita adalah mencerdaskan dan mensejahterakan.
Sementara itu oposisi di Indonesia adalah oposisi yang sudah dilembagakan. DPR itu hakekatnya adalah oposisi dalam fungsi kontrol, sehingga tak elok kalau semua parpol bergabung dalam kelompok koalisasi, sehingga pengawasan tidak jalan. Persoalannya adalah akibat partai politik yang tidak bisa menghasilkan sistim politik yang baik.
Pemakalah kedua Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA (Peneliti) Indonesia ini negara paling majemuk di dunia termasuk agama. Tahun 1998 sepakat memilih bentuk negara demokrasi. Sensus 2010 penduduk 237.641.326 yang terdiri dari 6 agama. Radikalisme ada di Indonesia dan juga berkembang sejak lama. Politisasi agama selama ini masih dalam hal yang wajar dan biasanya digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan pendulangan suara dalam pemilu. Jadi sesungguhnya radikalisme ini tinggal dikelolah dengan baik agar tidak menyimpang untuk menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.
Pemakalah ke tiga Dr. Syahganda Nainggolan (Direktur Sabang Merauke Ciircle), Bagaimana memilah radikal dan oposisi. Sesungguhnya pemerintah harusnya bisa menjaga keseimbangan dari orang-orang yang sedang berjuang untuk kepentingannya (radikal). Negara juga harus bisa membedaka radikal dan ekstrimis sehingga penangannya juga berbeda. Oposisi sekarang ini sudah tidak bisa lagi memberikan pencerahan kepada masyarakat. Sekarang ini oposisi sudah harus dibentuk oleh masyarakat umum.
Kegiatan yang dimulai pada jam 18.00 itu dihadiri sekitar 50 peserta, berakhir pada jam 21.30. Suasana hangat dandiskusi yang seru membuat waktu terasa singkat. Kegiatan dimoderator oleh Ketua Umum Foxpoint Bapak Handoyo. Diharapkan pengetahuan yang didapat dari diskusi ini dapat menjadi masukan yang memperkaya untuk kelangsungan NKRI yang dicintai ini.
Penulis: [MZ]