SUARAMUKI-Jakarta. Diskusi publik konflik Nduga: tragedi kemanusiaan di Papua, digelar di kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jumat 19 Juli 2019 dibuka oleh Rektor UKI. Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat universitas melalui lembaga Pusat Studi Papua yang dipimpin oleh Dr. Antie Suleman yang juga sebagai dosen di Fisip UKI.
Beberapa pemakalah diantaranya Pemda Nduga yang diwakili Badan Kominfo Kabupaten Nduga menyampaikan dan memberikan informasi tentang masalah-masalah kemanusiaan di Nduga termasuk lumpuhnya banyak fasilitas seperti pendidikan, kesehatan dan ibadah yang ditutup dan ditinggalkan oleh masyarakat.
Pembicara selanjutnya mewakili tokoh agama Pdt. Benny menyampaikan dampak dari tragedi Nduga terhadap umat yaitu ditutupnya banya gereja karena ditinggalkan oleh jemaat yang menggungsi. Karenanya tokoh agama meminta agar pemerintah menarik pasukan baik TNI dan POLRI yang masih ada di wilayah Nduga.

Ketua Pusat Studi Papua UKI Dr. Antie Sulaiman yang juga adalah Anggota Dewan Pengawas MUKI dalam paparannya mempertanyakan apa yang harus kita lakukan untuk masyarakat Nduga? Lebih lanjut adalah adanya gerakan solidaritas masyakatat sipil untuk Nduga dengan meminta relawan pendidikan masuk di pengungsian untuk memberikan semangat agar tidak putus asa.
Hadir dalam diskusi, Natalius Pagai mewakili intelektual Papua menyampaikan bahwa berbicara persoalan Papua itu bukan hal baru, tetapi sudah ada sejak 59 tahun lalu bersentuhan dengan Indonesia dan dalam babak terakhir ini telah banyak korban dari masyarakat Papua yang menjadi korban termasuk kehilangan nyawanya.

Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) hadir dalam diskusi publik memenuhi undangan Pusat Studi Papua UKI diwakili oleh Sekretaris Jenderal Pdt. Drs. Mawardin Zega, M.Th. MUKI juga memberikan perhatian tentang masalah-masalah kemanusiaan dan hak-hak sipil masyarakat Papua. MUKI ingin bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang fokus untuk membangun papua termasuk PUSAT STUDI PAPUA UKI.
Penulis: [MZ]