Dalam sebuah diskusi publik yang dilaksanakan di Graha Bethel oleh Sinode Gereja Betel Indonesia dan Gerakan Kristen Indonesia pada Senin, 12 Agustus 2019 banyak menghadirkan gagasan-gagasan baru sebagai bentuk kegiatan apa yang mesti dilakukan ke depan. Diskusi ini dihadiri oleh pimpinan-pimpinan ormas Kristen diantaranya adalah Ketua Umum MUKI, Ketua Umum API dan Ketua Umum PCPI.
Menurut Djaparlin Marbun yang juga sebagai Ketua Umum Sinode Gereja Betel Indonesia yang menjadi pembicara pembuka menyampaikan bahwa gereja harus berperan dalam memperkuat politik pluralistik sebagaimana fungsinya sebagai garam dunia. Sesungguhnya gereja sudah melakukan tugas itu, tetapi kekurangannya adalah koordinasi yang lemah antar gereja-gereja yang sedang melakukan pengabdiannya atau dengan kata lain tidak ada kebersamaannya, bertindak sendiri-sendiri sehingga sumber daya yang terbatas tidak dapat dimaksimalkan. Merujuk dari pengalaman selama ini maka perlu adanya koordinasi yang kuat, siapa melakukan apa dan dimana, sehingga dapat bersinergi untuk semuanya.
Pembicara lanjutan Jerry Sumampau seorang pengamat politik dan juga pemantau pemilu dalam makalahnya menyatakan pada pemilu yang baru saja dilakukan apalagi pemilu presiden terjadi kebrutalan dengan mempertontonkan provokasi d an polarisasi terlebih isu politik identitas keagamaan. Jika terus saja ini dipelihara dalam Pilkada ke depan 2020 maupun di Pilpres 2024 akan berbahaya bagi bangsa ini sebab polarisasi di masyarakat semakin nyata di depan mata dan mengancam NKRI.

Lebih lanjut disampaikan sekarang ini masyarakat harus bekerja sendiri untuk keluar dari polarisasi ini, sebab berharap pada partai politik atau pada ormas keagamaan tidaklah selalu membantu, berdasarkan pengalaman partai pokitik tidak terlalu dalam masuk dalam kasus-kasus seperti ini.
Untuk menjaga dan memperkuat NKRI perlu dilakukan pembinaan dengan memperkuat organisasi melalui pengiatan yang terstruktur berupa penguatan aspek informatif, penguatan aspek edukatif dan penguatan aspek strategis. Dengan demikian kita atau setiap individu dapat melawan hadirnya politik identitas, intoleran dan bahkan idiologi transnasional sekarang ini seperti hilafah.
Pembicara lainnya Djasarmen Purba selaku Ketua Umum Majelis Umat Kristen atau MUKI lebih menyoroti pada peran gereja dan peran ormas. Ketum MUKI mengatakan bahwa kehadiran ormas adalah penting untuk kontrol sosial. Ormas yang kuat maka negara negara juga kuat dalam menjalankan fungsinya untuk menjaga masyarakatat. Ormas Kristen sudah saatnya bersatu padu, bergandengan tangan, bersama-sama dalam kwrjasama dan dalam membangun kemitraan dan sinergi. Kita tahu selama ini ormas Kristen berjalan sendiri-sendiri sangat sulit bersatu. MUKI bersama dengan API dan Bamag LKII bersinergi mendirikan Aliansi Kebangsaan Umat Indonesia, tetapi walaupun anggotanya sampai 20 ormas, tetapi dalam kenyataannya belum juga bisa bersinergi maksimal. Harapannya ke depan kita sudah memulai bersama saat ini dan mari terus bergandengan tangan untuk mengerjakan apa yang bisa kita sumbangkan untuk bangsa ini.
Dari hasil pemikiran diskusi sebagaimana dalam dialog dan tanya jawab Wakil Ketua Umum MUKI Santun Lumbagaol yang juga hadir dalam diskusi memiliki solusi baru untuk kebersamaan dan pengkaderan yaitu suatu pendidikan khusus kader. Menurut Waketum MUKI saat ini sedang diupayakan sebuah p4ogtam MUKI menjawab tantanga itu yaitu didirikannya SEKOLAH POLITIK KEBANGSAAN yang konsepnya sedang di kaji oleh tim kerja di MUKI. Dengan demikian kedepan ormas Kristen dan kader-kader Kristen telah dipersiapkan lebih dini dalam politik.
Diskusi yang berlangsung lebih dari 3 jam itu akhirnya ditutup dengan pembacaan 9 kesimpulan oleh moderator Yerry Tawaluyan yang saat ini sebagai Ketua Gerkindo dan semua kegiatan diakhiri dengan doa bersama.
Penulis: MZ