Kami, sejumlah dan perorangan yang memiliki perhatian terhadap situasi sosial politik di tanah Papua menyampaikan keprihatinan atas terjadinya serangkaian aksi kekerasan dan jatuhnya korban masyarakat dan aparat. Atas nama rasa kemanusiaan dan penghormatan terhadap martabat serta hak asasi manusia, kami meminta Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk lebih berhati-hati dalam mengambil langkah dan tindakan agar tidak menimbulkan gejolak dan permasalahan baru.
Kami menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi kepda jajaran pemerintah serta seluruh kalangan masyarakat di Papua khususnya tokoh agama dan tokoh adat yang dengan sungguh-sungguh berusaha menjaga situsiasi sosial agar tidak mengarah pada kerusuhan yang memperkeruh suasana dan mengganggu keamanan serta ketertiban.
Kami mengingatkan bahwa peristiwa yang terjadi di Surabaya, Malang serta beberapa titik lainnya, yang berdampak pada gejolak di Tanah Papua telah menodai upaya Pemerintah yang telah berusaha meningkatkan layanan kesejahteraan dasar bagi masyarakat Papua. Ini harus menjadi pelajaran bersama bahwa segala bentuk aksi kekerasan dan perlakuan yang tidak manusiawi kepada siapa pun tidak dapat dibenarkan. Segala upaya pengabaian atau upaya mempelambat penyelesaian masalah hanya akan menjadi sumber permasalahan baru di masyarakat.
Kami meminta jalinan dialog yang sudah dibangun sejak lama dan diinisasi oleh Presiden RI Keempat, KH. Abdurrahman Wahid, yang salah satunya mengembalikan Papua dari Irian Jaya, harus terus dirawat dan dijadikan bekal serta komitmen kebangsaan bersama menuju terciptanya masyarakat yang adil dan beradab. Papua adalah kita dan kita manusia-manusia yang memiliki harkat dan martabat
Atas dasar hal-hal tersebut, kami bergandengan tangan, berkumpul bersama dan menyatakan sikap;
1.Mendorong pemerintah untuk menciptkan perdamaian yang abadi di Papua. Perdamaian harus diletakkan sebagai puncak dan tujuan dalam membangun kehidupan berbangsa dalam bingkai kebinekaan.
2. Mendorong Pemerintah agar mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan dalam menciptakan perdamaian di Papua dan sejauh mengkin menghindari pendekatan militeristik yang justru cenderung membuat keadaan semakin buruk.
3.Meminta kepada segenap tokoh bangsa, pemuka agama, tokoh adat dan segenap elemen bangsa untuk membantu bahu-membahu merajut dialog guna merekatkan bangunan kebersamaan antar masyarakat.
4. Meminta kepada Pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi berdasarkan Undang-undang Otonomi Khusus, yang antara lain pembentukan Komisi HAM, Pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang berkedudukan di Papua. Kelembagaan ini penting untuk digunakan semua pihak dalam menyelesaiakan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Selain itu, pemerintah juga perlu mengutamakan pendekatan musyawarah dalam menanggapi aspirasi-aspirasi masyarakat yang berkembang.
5. Meminta segenap pihak dan seluruh komponen bangsa untuk menahan diri dari mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat memperkeruh keadaan (di segala ruang public, termasuk di media sosial) dan mari kita ciptakan suasana yang sejuk, tenang dan damai. Kepada aparat penegak hukum, kami juga mengingatkan agar lebih proposional dalam merespon komentar-komentar warga masyarakat yang beredar terutama di media sosial.
Jakarta, 9 September 2019
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A (PBNU)
Pdt. Gomar Gultom (PGI)
Romo Heri Wibowo, PR (KWI)
Prof. Dr. Rm. Franz Magnis Suseno
Ronald Rischardt (Biro Papua PGI)
Dr. Antie Sulaiman (UKI)
Alissa QM. Wahid (GNI)
Usman Hamid (Amnesty Internation)