Sekarang ini sering kita dengar dan banyak beredar kata-kata pembangun semangat dalam kebersamaan sebut saja kalimat: aku adalah papua, papua adalah aku. Slogan ini muncul di tengah adanya rusuh di tanah mutiara hitam dari timur sebagai bentuk dukungan kebersamaan kita untuk saudara-saudara kita masyarakat Papua dalam bingkai NKRI.
Slogan tinggalah slogan yang terdengar hanya keras jika dikumandangkan, tak bermakna jika tidak diikuti dengan tindakan nyata untuk bergandengan tangan melawan rusuh, melawan rasis, melawan hoax. Slogan tak bernilai jika ia tidak diaktualisasi dalam perbuatan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Slogan hanya sekedar penutup kemunafikan agar dibilang atau dipandang peduli pada kejadian yang baru terjadi.
Seorang teman bertanya: apakah itu arti slogan? Sejenak aku tertegun dalam tanya, jangan-jangan kita hanya tahu berslogan tanpa pernah tahu artinya. Dalam keterbatasan aku membalik-balik beberapa kamus dan kini tahu sesungguhnya artinya: slogan menurut para budayawan adalah motto atau frasa yang dipakai sebagai ekspresi sebuah ide atau tujuan yang mudah diingat.
Ah, dalam mengartikan kata slogan ada dua kata penting yaitu “mudah diingat” dan kita tahu juga kebanyakan dari kita sering dan bahkan mudah lupa, kita sering lupa pada sejarah, lupa pada budaya dan pada akhir-akhir ini kita lupa pada peradaban budaya leluhur, lupa pada peradaban gotong royong, dikalahkan oleh sikap individualisme, dikalahkan oleh fanatisme keagamaan yang sempit. sehingga dengan gampangnya kita terjebak pada sikap rasis, sikap fasis dan sikap intoleran. Akibatnya kita sering berkelahi, saling cakar dan akhirnya rusuhlah Papua seperti yang terjadi beberapa waktu ini. Bersyukurlah kita, Papua menjadi tentram kembali.
Mari, kita belajar kembali membaca sejarah, belajar kembali mengingat dan jangan gampang lupa pada peradaban budaya leluhur, peradaban gotong royong. Indonesia bukan negara slogan, apalagi negara khayalan, lebih-lebih bukan negara agama, karena itu jaga dan pelihara slogan bhinneka tunggal ika: berbeda-beda tetapi tetap satu.
Slogan bukan sekedar kata minus makna. Sloga adalah tekad yang terus diperjuangkan. Singkirkan debu rasis, kibaskan debu fasis, jangan percaya pada pemimpin agama yang senang bicara politik dan pelihara peradaban budaya leluhur dan niscaya percayalah, kita akan tetap utuh dalam NKRI
Ega Mawardin ll Sekjen MUKI
Singkirkan debu rasis, debu fasis dan jangan percaya pemimpin agama yg bicara politik… semua orang tahu hal tsb, juga slogan bhineka tunggal ika, bukankah negara yg menjaga nkri? negara jadi penonton kenapa membiarkan intoleran dan juga kelompok kristen tidak punya pemimpin seperti nabi Musa, para pemimpin/pembicara kristen ,,takut berkata benar alias mengambang,, ada yg bertanya terhadap intoleran yg terjadi saat ini dijawab dengan jawaban … memang berkurang intolerannya sekarang ini, itu namanya rethorika jawabannya adalah apakah perlu mempertahankan nkri, karena yg harus menjaga adalah aparat negara, ini yg tidak dilakukan… pertanyaan utk yg mewakili kristen atau non muslim… beranikah menanyakannya hal intoleran ini ke pemerintah?