Serasa beda pada penyambutan tahun baru 2020. Entahlah karena kemajuan teknologi media sosial yang bergemuruh atau mundurnya cara berfikir sebagian orang yang suaranya bergema. Tahun baru diartikan perayaan suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Budaya yang mempunyai kalender tahunan semuanya pasti mempunyai perayaan tahun baru tentu saja dengan cara yang berbeda-beda dan mungkin dengan nama yang juga berbeda.
Jadi sedikit aneh jika ada sebagian orang atau kelompok tertentu getol-getolnya menyuarakan menyepikan tahun baru dengan baliho besar agar tak merayakannya, apalagi dengan semangatnya mendalilkannya dengan dikaitkan kebiasaan agama tertentu yang berbeda dengan kenyakinannya.
Kemunduran cara berfikir mungkin kata paling tepat mengambarkan kelompok orang dengan logika serba terbalik ini, kalau boleh dikatakan “bodoh” maklum suara yang digemakan di media sosial sudah membangun opini seakan kicauan itu benar dan celakanya sebagian orang yang boleh dikatakan ikutan bodoh yang mabuk dalil-dalil tertentu setuju bahwa meramaikan tahun baru adalah perbuatan haram dan bisa menghalangi jalan menuju nirwana.

Andai saja tahun baru yang biasanya semarak ini tidak dikaitkan dengan religi, tentu ramainya akan membawa berkah bagi banyak orang yang merindu pada datangnya tahun baru dengan berbagai acara dan perayaannya di setiap tahun seperti yang sudah-sudah.
Trompet nasibnya tahun ini sangat menyedihkan, bahkan boleh dibilang mengenaskan. Betapa tidak seorang Bupati Bogor dan bahkan Gubernur Kalimantan Timur membuat edaran khusus melarang atau setidaknya menganjurkan orang jangan meniup trompet, kedua pejabat ini sudah cukup mewakili para pejabat sejenisnya dalam upaya menghilangkan kreasi dan harapan sejahtera para pedagang musiman trompet.
Entah apa salahnya trompet sampai-sampai ia diharamkan untuk ditiup di malam tahun baru 2020. Padahal alat tiup model trompet telah membudaya dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana menambah semarak acara dan kegembiraan. Kegiatan masyarakat banyak yang menggunakan trompet sebagai barang seni dan keagamaan. Di kalangan militer trompet dibunyikan sebagai tanda upacara kebesaran, apakah jadinya nanti fungsi trompet jika digantikan dengan kecapi atau seruling, hanya karena ia dianggap warisan budaya bangsa lain? Entahlah.
Dan aku juga masih banyak orang sepertiku, mencatat semuanya ini dalam hati sebagai kenangan tahun 2019. Tahun penuh perjuangan melawan pengasong surga dan penjual kapling jalan termudah masuk nirwana yang terus saja dibangun dengan iman yang jauh dari kemanfaatannya dalam hidup bermasyarakat. Sebagai warga negara yang baik mari terus bergandengan tangan dengan erat melawan kebodohan yang dipamerkan dengan terbuka dihalaman rumah yang namanya Indonesia. Penyair terkenal Soleman pernah menulis: “hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk dengan kebodohan.” Jadilah berpengertianlah melawan kebodohan.
Ega Mawardin ll Sekjen MUKI
Nara hubung 08211930085