Pengantar.
Beberapa tahun lagi, ibukota Republik Indonesia pindah ke Kalimantan Timur; dan Jakarta akan berubah menjadi provinsi biasa. Dalam menghadapi perubahan tersebut, kita perlu mendiskusikan lebih mendalam, seperti apa nantinya pemerintahan daerah di Jakarta; dan untuk diskusi itu saya buat tulisan singkat ini, semoga bermanfaat.
Pemerintahan daerah yang terlalu sentralistik:
Otonomi provinsi DKI Jakarta diletakkan pada lingkup provinsi; Kota dan Kabupaten tidak mempunyai otonomi, dan oleh karena itu tidak mempunyai DPRD, dan tidak berwewenang mengeluarkan Perda dan APBD. Di DKI Jakarta hanya ada DPRD provinsi sebagai badan legislatif, sedangkan di Kota/Kabupaten tidak dibentuk DPRD. Membandingkan struktur dan prosedur pemerintahan DKI Jakarta dengan struktur dan prosedur pemerintahan di provinsi lain, DKI Jakarta justru kurang demokratis. Di daerah lain, otonomi diberikan kepada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, dan oleh karena itu ada DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. DKI Jakarta dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa hanya mempunyai satu pusat kekuasaan politik yang berwewenang menetapkan Perda dan APBD, yaitu pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Kebijakan publik di DKI Jakarta diputuskan oleh pemerintahan daerah provinsi, sedangkan kota dan kabupaten hanya sebagai pelaksana.
Struktur pemerintahan ini membuat pengaruh masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, antara lain dalam penyusunan Perda dan APBD, dan pengawasan pemerintahan, menjadi sangat kecil. Kesempatan warganegara di DKI Jakarta berpartisipasi politik dalam pemilihan penyelenggara negara di daerah, penentuan APBD dan penentuan kebijakan publik lainnya lebih kecil. Struktur pemerintahan daerah DKI Jakarta kurang peka terhadap aspirasi masyarakat, dan akibatnya kepentingan masyarakat luas seperti penanggulangan banjir; penanggulangan kemacetan lalulintas; pemeliharaan kebersihan kota; pengendalian kebakaran; pengelolaan sampah; dan lain-lain sering terabaikan. Sampai sekarang ini pelayanan pemerintah daerah dalam mengatasi banjir, kebakaran dan permukiman kumuh tidak lebih baik dari sepuluh tahun yang lalu. Banjir menjadi tradisi, mobil pemadam kebakaran sering datang terlambat dan sulit masuk kedekat wilayah yang terbakar, dan sering terjadi kobaran api berhenti karena bangunannya telah habis terbakar. Permukiman kumuh menghadapi nasib yang sama, sejak orde baru sampai sekarang ini hampir selalu digusur.
Jakarta diubah menjadi Provinsi yang lebih demokratis dan responsif:
Pertama, Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota dan kelurahan di Provinsi Jakarta yang baru menjalankan otonomi daerah; memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih dalam pemilihan umum. Anggota DPRD propinsi dikurangi menjadi sekitar 15 orang, satu orang dari setiap kota/kabupaten; anggota DPRD Kota/ Kabupaten berjumlah antara 7 – 9 orang; dan anggota DPRD Kelurahan 5 – 7 orang; dan semua anggota DPRD dipilih dalam pemilihan umum anggota legislatif daerah; Kedua, pengaruh masyarakat terhadap pemerintahan daerah di Provinsi Jakarta ditingkatkan dengan mendekatkan kekuasaan negara kepada masyarakat, dan untuk itu jumlah kota/kabupaten ditambah menjadi 15. Kecamatan dihapuskan dan dengan demikian pemerintahan daerah di DKI Jakarta hanya 3 (tiga) tingkat, yaitu provinsi, kota/kabupaten, dan kelurahan. Interaksi politik antara masyarakat dan pemerintahan daerah di Jakarta menjadi lebih lancar dan produktif. Kendali masyarakat terhadap proses penyelenggaraan negara di DKI Jakarta menjadi lebih kuat dan pelayanan publik oleh pemerintahan daerah akan menjadi lebih baik, cepat dan tepat; Ketiga, Pimpinan eksekutif dalam pemerintahan provinsi adalah Gubernur dan Wakil Gubernur; pimpinan eksekutif dalam pemerintahan kota adalah Walikota dan Wakil Walikota; pimpinan eksekutif kabupaten adalah Bupati dan Wakil Bupati; pimpinan eksekutif Kelurahan adalah Lurah dibantu seorang sekretaris kelurahan dan seorang bendahara kelurahan. Gubernur dan Wakil Gubernur; Walikota dan Wakil Walikota; Bupati dan Wakil Bupati; dan Lurah dipilih langsung dalam Pilkada.
Dengan pindahnya ibukota ke Kalimantan Timur, penduduk di Provinsi Jakarta akan berkurang; dan saya perkirakan, 10 tahun setelah ibukota pindah, penduduk Jakarta tinggal sekitar 5 juta orang, dan dengan demikian akan lebih mudah mengaturnya. Dan juga akan lebih mudah menyediakan ruang terbuka hijau, karena harga tanah di Jakarta akan mejadi lebih murah. Di Jakarta, taman, danau, hutan kota, dan sungai akan jauh lebih luas, dan dengan demikian di musim penghujan tidak kebanjiran, dan di musim kemarau tidak kekeringan. Saya harap Provinsi Jakarta akan menjadi lebih indah; lebih ramah terhadap penduduknya; dan juga lebih bersahabat terhadap burung di alam lepas. Selamat berdiskusi.
Penulis: [dr. Merphin Panjaitan, M.Si]