Tulisan 3 (tiga) dari 4 tulisan
Berikan hak yang sama kepada Penghayat Kepercayaan.
UUD 1945 pasal 27 ayat (1) menyatakan: Segala warganegara ber-samaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali-nya. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 7: All are equal before the law and are entitled without any discrimination to equal protection of the law. All are entitled to equal protection against any discrimination in violation of this Declaration and against any incitement to such discrimination. (Semua orang berkedudukan sejajar di muka hukum dan berhak atas perlindungan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apa pun. Semua orang berhak atas perlindungan yang sama dari segala diskriminasi yang melanggar Deklarasi ini dan dari segala dorongan bagi diskriminasi semacam itu.)
Diskriminasi dalam bentuk apa pun tidak diperbolehkan, karena semua orang berkedudukan sama di dalam hukum. Negara harus berlaku sama kepada semua warganegara, tanpa membeda-bedakannya berdasarkan suku, ras, golongan, agama, jenis kelamin, dan perbedaan apa pun. Negara dilarang bertindak diskriminatif dalam penerimaan pegawai negeri dan pejabat negara. Semua warganegara, baik yang beragama ataupun yang berkepercayaan mempunyai martabat dan hak yang sama. Warganegara mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menjadi pejabat negara dan pegawai negeri; dan untuk itu segala sesuatu yang memungkinkan negara bertindak diskriminatif harus ditiadakan; antara lain: agama atau kepercayaan penduduk tidak dicantumkan dalam KTP; dalam formulir pendaftaran menjadi pegawai negeri, baik sipil maupun militer; dan dalam pencalonan untuk menjadi pejabat negara.
Kaum Penghayat Kepercayaan di Indonesia adalah bagian dari rakyat Indonesia, yang sangat menderita akibat perlakuan negara yang tidak adil terhadap mereka. Kaum Penghayat Kepercayaan tidak memperoleh hak-hak yang seharusnya menjadi milik mereka, antara lain: negara tidak mengakui akta perkawinan yang dikeluarkan oleh Pengahayat Kepercayaan; negara tidak menyediakan tempat pema-kaman umum bagi kaum Penghayat Kepercayaan, dan masyarakat sering mengganggu upacara pemakaman yang diselenggarakan kaum Penghayat Kepercayaan; negara tidak memperbolehkan kaum Penghayat Kepercayaan mencalonkan diri menjadi pejabat negara; dan negara tidak memperbolehkan kaum Pengahayat Kepercayaan menjadi pegawai negeri, baik sipil maupun militer. Negara harus memperlakukan sama warga Penghayat Kepercayaan dengan warga penganut agama; kaum Penghayat Kepercayaan harus menerima hak-hak dan fasilitas seperti yang diberikan kepada penganut agama.
Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) adalah organisasi kemasyarakatan umat Kristen. Didirikan oleh individu-individu yang beragama Kristen dari berbagai latar belakang gereja dan profesi. Dibentuk dengan maksud mewujudkan jalinan kemitraan, kerjasama, persekutu- an sesama umat, organisasi gereja, lembaga komunitas Kristen untuk memperjuangkan kepentingan, hak dan tanggung jawab umat Kristen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepengurusan MUKI telah dibentuk di 31 Provinsi dan di 180 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Berkantor Pusat di Gedung Kopi, Jl. RP Soeroso No.20 Cikini, Jakarta.
Sejarah MUKI, awalnya didirikan tanggal 1 Desember 2005 dengan nama MUKI DKI Jakarta, pendiriannya ditandatangani oleh 7 aras gereja tingkat DKI Jakarta. Diresmikan tanggal 19 Desember 2005 yang dihadiri utusan Dirjen Bimas Kristen Republik Indonesia dan Pembimas Kristen Kanwil Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta, bertempat di Gedung Gereja Advent Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan.
MUKI didaftrakan di Badan Kesbangpol DKI Jakarta dan memperoleh Tanda Terima Pemberitahuan Keberadaan Organisasi dengan Nomor Investaris: 17/ STTPO/KA/V/2006 tanggal 31 Mei 2006.
Seiring dengan perkembangan MUKI DKI Jakarta, dirubah menjadi MUKI tingkat nasional dan dideklarasikan tanggal 14 November 2013 di Jakarta dihadiri oleh 13 perwakilan pengurus Provinsi dengan Akta No.25 Notaris Jelly Eviana, SH, MH tanggal 28 Desember 2012. Untuk menyesuaikan dengan UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas, dilakukan perubahan dengan Akta No.5 Notaris Jelly Eviana, SH, MH tanggal 17 April 2015.
MUKI mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.AHU.-0000657.AH.01.07 tahun 2015 tanggal 6 Mei 2015. Melaporkan kebera- daan organisasi MUKI kepada Menteri Dalam Negeri dan mendapatkan surat tanggapan dari Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia No.220/4420/POLPUM Tahun 2016 tanggal 31 Desember 2015. MUKI menyelenggarakan Rapat Umum Nasional pertama pada tanggal 20-23 Juli 2016 dan pengesahannya dengan Akta No.14 Tanggal 28 Nopember 2016 Notaris Jelly Eviana, SH, MH.
Penulis: [DPP MUKI]