Sejarah umat manusia adalah sejarah peradaban, dan berbagai masyarakat manusia hidup bersama dengan peradabannya. Selama manusia masih ada sejarah tidak akan pernah berakhir, dan peradaban manusia tidak akan pernah menjadi satu. Berbagai peradaban muncul, berkembang, kemudian merosot, dan selanjutnya runtuh, dan pada waktu yang sama peradaban lain muncul dan berkembang. Bumi terus berputar mengelilingi matahari dan sejarah tetap bergerak. Peradaban manusia selalu ada, diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan kalau suatu peradaban kelelahan, posisinya akan digantikan oleh peradaban lain. Peradaban datang dan pergi, peradaban yang merosot dan runtuh digantikan oleh peradaban yang lebih sesuai dengan kebutuhan manusia.
Huntington mengajukan daftar peradaban besar seperti ini: Peradaban Tionghoa; Peradaban Jepang; Peradaban Hindu; Peradaban Islam; Peradaban Ortodoks; Peradaban Barat; Peradaban Amerika Latin; dan barangkali Peradaban Afrika. Selain peradaban yang ditampilkan oleh Huntington, tentu masih ada peradaban lain, dan dalam buku ini saya menulis Peradaban Gotongroyong, yang muncul di Indonesia, atau barangkali lebih luas lagi, di Asia Tenggara. Dalam buku ini, Peradaban Gotongroyong ditulis sebagai suatu proses dan capaian, dimulai dengan tahap persiapan, kemudian tahap kemunculan, dan selanjutnya tahap perkembangan. Proses ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, dan telah dimulai sejak masa prasejarah.
Sebelum berbagai peradaban muncul kepermukaan, bumi telah terbagi-bagi kedalam berbagai wilayah hidup bersama. Masyarakat yang tinggal di suatu wilayah hidup bersama, berinteraksi secara intensif satu dengan yang lain. Secara bersama-sama menghadapi tantangan yang ada, dan berusaha menjawab tantangan tersebut untuk tetap bertahan hidup, melanjutkan keturunan, dan berkembang. Pada waktu itu transportasi dan komunikasi masih sangat sederhana, dan oleh karena itu interaksi antar wilayah sangat sedikit. Kondisi ini membuat masyarakat di tiap-tiap wilayah menumbuh-kembangkan sistem nilainya masing-masing, dan sistem nilai bersama ini membuat masyarakat di suatu wilayah dapat bertahan hidup, melanjutkan keturunannya, dan berkembang. Masyarakat yang gagal menumbuhkan suatu sistem nilai bersama akan sering gagal membuat kesepakatan bersama, dan akibatnya penuh konflik, terbelakang dan bukan mustahil punah. Pembentukan sistem nilai bersama dalam suatu masyarakat di suatu wilayah tertentu membutuhkan kehadiran suatu komunitas kreatif. Dan oleh karena itu, waktu kemunculan dan perkembangan peradaban berbeda-beda, tergantung pada kehadiran komunitas kreatif di masing-masing wilayah tersebut.
Komunitas kreatif dalam suatu masyarakat mengidentifikasi tantangan bersama; dan kemudian bersama masyarakat luas menjawab tantangan tersebut. Masyarakat yang berhasil membuat sistem nilai bersama dan mampu mengidentifikasi tantangan bersama, dan kemudian memberi jawaban yang setimpal terhadap tantangan tersebut, akan membuat kehidupan mereka bersemi, waktu perputar dan sejarah bergerak maju. Sebaliknya, masyarakat yang gagal memberi jawaban yang setimpal terhadap tantangan bersama, akan berhenti bergerak atau kalaupun bergerak tidak melangkah maju. Kehidupan bersama mengalami stagnasi, frustasi, dan tidak berpengharapan. Peradaban adalah integrasi dari berbagai capaian, berupa peralatan yang dibuat dan digunakan oleh suatu komunitas, baik peralatan material maupun peralatan non-material.
Kemajuan peradaban tergantung pada kemajuan berbagai peralatan ini, dalam suatu masyarakat rasional, kreatif, disiplin, dan kerja keras. Peradaban dimulai dengan kemajuan teknologi pertanian, seperti teknologi irigasi; produksi makanan berlimpah dan terjadi surplus pangan, dan surplus pangan ini dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang tidak bertani. Surplus pangan membuat masyarakat dapat menjalankan spesialisasi kerja, seperti pengrajin, pedagang, pemimpin masyarakat, dan birokrat. Spesialisasi kerja membuat pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, seperti teknologi bangunan dan peralatan megalitik. Surplus pangan juga membuat pertumbuhan penduduk lebih cepat. Akibatnya kehidupan manusia semakin kompleks, dan dibutuhkan pemimpin untuk mengatur masyarakat, baik dalam kehidupan keagamaan maupun sekular. Pada perkembangan selanjutnya ditemukan tulisan, dan penemuan ini menjadi transisi dari masa prasejarah ke masa sejarah. Kemajuan pengetahuan dan teknologi membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan lainnya. Teknologi metalurgi membutuhkan bahan baku yang dipenuhi dengan penambangan, dan dengan demikian terbuka lapangan kerja baru. Teknologi persenjataan membuat suatu negara menjadi lebih kuat, dan mendorong mereka unutk memperluas wilayah kekuasaannya, dan semua ini membutuhkan tambahan tenaga militer. Dengan berbagai cara, baik cara damai seperti perdagangan ataupun penaklukan dengan perang, peradaban menyebar ke daerah sekitarnya dan mendorong munculnya peradaban regional baru. Semua peradaban yang hadir sekarang ini dimulai pada tahap persiapan, yang telah berlangsung sejak masa prasejarah. Masa persiapan membutuhkan waktu yang panjang, dan perjumpaan dengan peradaban lain dapat membantu percepatan penyelesaian tahap persiapan, karena bisa digunakan untuk mempelajari berbagai unsur peradaban lain, seperti ilmu dan teknologi.
Gotongroyong adalah kerjasama sukarela dalam persaudaraan, setara, bantu membantu dan tolong menolong untuk kebaikan bersama. Gotongroyong telah berlangsung di Indonesia sejak ribuan tahun lalu, dimulai pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, sejak sekelompok manusia mulai berburu hewan besar. Mereka bekerjasama, mulai dengan mengatur siasat, mempersiapkan alat, kemudian bersama-sama memburu hewan, menangkap dan melumpuhkan, membawa pulang ke pangkalan, dan membagi hasil buruan kepada semua warga kelompok. Proses ini membutuhkan komunikasi yang baik, dan untuk itu dibutuhkan alat komunikasi, misalnya isyarat. Komunikasi juga dibutuhkan dalam pembuatan alat, dan dalam meneruskan pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berburu hewan besar membutuhkan ingatan dan asosiasi, disertai dengan kemampuan bertindak cepat dan kerjasama. Perburuan hewan besar hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa, perempuan dan anak-anak serta orang tua tinggal di pangkalan dengan tugas mengumpulkan bahan makanan dari sekitarnya seperti hewan kecil, buah-buahan, biji-bijian, umbi-umbian dan daun-daunan. Pada masa itu, berburu dan pengumpulan makanan menjadi kegiatan pokok sehari-hari, dengan peralatan dari batu, kayu dan tulang. Kehidupan manusia sangat berat, menghadapi banyak ancaman dengan kemampuan sangat sederhana. Berburu hewan besar harus dilakukan oleh sekelompok orang, yang telah terlatih bekerjasama, sejak perencanaan hingga pembagian hasil. Hidup berkelompok, bekerjasama satu dengan yang lain, bantu-membantu dan tolong menolong, agar dapat bertahan hidup dan melanjutkan keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hingga kini, sebagian bentuk kegiatan gotongroyong masih berlangsung.
Peradaban adalah jawaban suatu masyarakat terhadap tantangan yang dihadapinya, jawaban yang setimpal dan berlangsung lama, berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam menjawab tantangan yang terus berdatangan, masyarakat tersebut membuat dan menggunakan berbagai macam alat, yang dari waktu ke waktu semakin maju. Peralatan tersebut berupa nilai, lembaga, kebiasaan, kepercayaan, bahasa, tulisan, dan berbagai peralatan lainnya. Umumnya, suatu peradaban menempati wilayah yang luas, melintasi batas-batas negara. Peradaban adalah proses dan hasil kerja keras manusia kreatif, dalam pemikiran, tindakan dan gerakan bersama, di suatu wilayah tertentu, dan dalam waktu yang cukup lama. Manusia hidup dan berkembang bersama dengan peradabannya, dan berbagai peradaban bersiap, muncul dan berkembang diberbagai wilayah yang berbeda. Sebagian dari peradaban tersebut ada yang merosot dan kemudian runtuh. Ada juga peradaban yang telah berkembang, tetapi kemudian tertinggal dibelakang, karena kalah bersaing dengan peradaban lain. Peradaban seperti ini, di kemudian hari bisa bangkit kembali, dengan berbagai capaian besar, dan kemudian melangkah di depan. Secara keseluruhan, peradaban dari waktu ke waktu semakin maju, dan kemajuan tersebut terlihat dari peralatan yang diciptakan dan digunakan manusia, baik peralatan material, seperti alat transportasi, pabrik, dan peralatan perang, maupun non-material, seperti kepercayaan dan nilai.
Peradaban Goongroyong adalah jawaban yang setimpal, yang dilakukan oleh masyarakat gotongroyong terhadap tantangan yang mereka hadapi; telah berlangsung dalam waktu yang sangat lama; jawaban tersebut berupa pembuatan dan penggunaan peralatan, baik material maupun non-material; dan dengan berbagai peralatan itu masyarakat tersebut bergerak bersama, semakin maju dan semakin kuat; dan semua itu dibangun di atas dasar nilai-nilai gotongroyong, yaitu persaudaraan, kesetaraan, kemerdekaan, dan kbaikan bersama; dan wilayah Peradaban Gotongroyong adalah Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Peradaban Gotongroyong bukan perluasan atau modifikasi dari peradaban yang telah lebih dahulu hadir, tetapi suatu peradaban baru, yang dibangun di atas dasar sistem nilai gotongroyong. Peradaban Gotongroyong adalah jawaban bangsa Indonesia terhadap penjajahan bangsa lain, yang telah membuatnya menderita selama berabad-abad. Masyarakat Nusantara berproses menjadi bangsa Indonesia, dan selanjutnya mendirikan suatu negara berdaulat, yakni negara Republik Indonesia. Komunitas kreatif pendukung Peradaban Gotongroyong adalah kaum pergerakan nasional, yang bergerak mempelopori bangkitnya kesadaran nasional masyarakat luas. Kesadaran nasional membuat masyarakat mengakui keberadaannya sebagai satu bangsa, yakni bangsa Indonesia, bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Dan sebagaimana layaknya bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia berhak mendapatkan kemerdekaannya, dan mendirikan suatu negara berdaulat.
Melihat pengalaman Eropa, Indonesia masih perlu melanjutkan revolusi politik ini dengan revolusi ilmiah (scientific revolution) dan revolusi industri (industrial revolution). Sayangnya, Indonesia menghadapi banyak gangguan dan hambatan yang datang justru dari bangsa sendiri. Pemberontakan datang bertubi-tubi, membuat negara dan masyarakat Indonesia kehabisan waktu dan tenaga untuk melanjutkan revolusi tersebut.[1] Kondisi ini menghabiskan banyak tenaga, dana dan waktu, dan juga merusak semangat persaudaraan kebangsaan Indonesia. Republik Indonesia, negara gotongroyong ini, belum sempat berbuat banyak telah dirongrong dari dalam, justru dari kalangan bangsa sendiri. Revolusi politik berhasil mengusir Belanda dari bumi Pertiwi, tetapi revolusi ilmiah dan revolusi industri terabaikan. Presiden Soekarno selalu mengingatkan bahwa revolusi belum selesai, tetapi kita terlalu cepat lupa. Barangkali banyak dari antara kita berpikir, setelah menjadi bangsa merdeka di atas tanah air sendiri, dan memiliki negara Republik Indonesia, segala persoalan akan selesai dengan sendirinya. Keberhasilan rakyat Indonesia mendirikan negara Republik Indonesia melalui suatu revolusi politik, yakni Revolusi Indonesia, yang tidak disertai dengan revolusi ilmiah untuk mencerdaskan bangsa Indonesia sekaligus memajukan ilmu dan teknologi; dan juga tidak disertai dengan revolusi industri untuk kesejahteraan dan kemajuan Indonesia, ternyata kemudian menjadi lahan subur bagi pemerintahan otoritarian. Dapat disimpulkan bahwa dalam rangka pengembangan Peradaban Gotongroyong, revolusi politik saja belum cukup, perlu disertai dengan revolusi ilmiah dan revolusi industri.
Terdapat persamaan dan perbedaan antara Revolusi Indonesia dengan Revolusi Inggris, Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Persamaannya, keempat revolusi ini masing-masing menghasilkan satu negara bangsa yang demokrasi. Keempat revolusi ini dijiwai oleh seperangkat nilai utama yang sama, yaitu kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan. Perbedaannya, Revolusi Inggris, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis mengedepankan nilai kebebasan, sedangkan Revolusi Indonesia mengedepankan nilai persaudaraan. Revolusi Inggris, Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis bergerak di atas dasar individualisme, sedangkan Revolusi Indonesia bergerak di atas dasar gotongroyongisme.
Penulis: [dr. Merphin Panjaitan, M. Si – Penasehat MUKI]