Kata Golput atau Golongan Putih kata yang sering dipergunakan orang pada saat-saat tahun politik atau Pemilu (Pileg/Pilpres) mendekat. Disebut Golput (putih tanpa warna) karena ada orang-orang yang secara sadar maupun tidak, tidak mau datang ke Tempat Pemungutan Suara atau TPS untuk ikut memilih caleg/capres dengan cara mencoblos pilihannya di kertas suara yang telah disediakan penyelenggara pemilu. Mereka pada umumnya memiliki argumentasi dari berbagai-bagai pertimbangan dan alasan pembenaran menolak ikut Pemilu.
Pada zaman Orde Baru Golput pernah dibuat sebagai gerakan. Ketika itu seorang aktivis bernama Arief Budiman dan kawan-kawan membuat gerakan jangan ikut Pemilu atau Golput. Pertimbangan mereka sederhana karena sebelum hasil Pemilu diumumkan, Penguasa sudah merekayasa siapa yang akan jadi pemenang, sehingga tidak ada gunanya untuk ikut Pemilu.
Namun sejak zaman reformasi telah terjadi perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan negara. Pemilu dilaksanakan dengan model penghitungan suara terbanyak dan sangat sulit/hampir tidak ada peluang untuk merekayasa hasil Pemilu seperti zaman Orba. Apalagi Komisi Pemilihan Umum atau KPU sebagai penyelenggara Pemilu adalah organisasi independen yang dibentuk berdasarkan Undang Undang. Sama halnya dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum atau BAWASLU sebagai organisasi independen yang menjadi pengawas Pemilu juga dibentuk berdasarkan Undang Undang. Bagi mereka yang tidak puas menerima hasil Pemilu diberi kesempatan menggugat ke Majelis Konstitusi atau MK, sehingga tidak ada alasan lagi menyatakan diri untuk Golput.
Masyarakat Indonesia menyadari bahwa Pemilu 17 April 2019 sangat penting untuk kita ikuti dalam alam demokrasi sekarang ini. Pemilu kali ini yang pertama kali dilakukan serentak untuk Pileg dan ditambah Pilpres secara serentak. Target KPU dalam Pemilu 2019 adalah partisipasi masyarakat harus bisa mencapai di atas 70%.
Akhir-akhir ini disinyalir ada sekelompok orang
membuat gerakan dengan menyuarakan
agar rakyat (masyarakat yang memiliki hak suara) ikut Golput. Belum tahu apa
tujuan mereka dengan gerakan ini. Bahkan opini yang berkembang di masyarakat
mereka akan menolak hasil Pemilu 2019. Menurut hemat kami, gerakan tersebut
cukup berbahaya bagi demokrasi Indonesia.
Untuk itu sebagai organisasi kemasyarakatan keumatan Majelis Umat Kristen Indonesia atau MUKI yang kini kepengurusannya ada di 31 Provinsi harus berperan aktif membuat gerakan menyuarakan agar jangan ada rakyat yang Golput: “NO GOLPUT”.
Melalui gerakan ini MUKI menghimbau seluruh
lapisan masyarakat ikut Pemilu dan datang ke TPS pada tgl 17 April 2019 dan
menggunakan hak pilih yang dijamin oleh Undang-undang.
Gerakan MUKI damai, MUKI jaya dan dengan menyuarakan pada setiap kesempatan :
“NO GOLPUT” maka setidaknya kita sudah berbuat untuk Indonesia yang kita cintai
ini. NO GOLPUT, ayo nyoblos.
Penulis: [Djasarmen Purba SH/Ketua Umum MUKI]