Deli Serdang majalahgaharu.com Pemerintah Kecamatan Sunggal mengadakan mediasi di kantor Camat. Pertemuan berlangsung dipimpin oleh Forkominca, Camat Kecamatan Sunggal, Ketua FKUB H. Waluyo, Danramil 01 , Perwakilan Kapolsek, Kepala Desa, Kepala KUA, Ketua FKDM, Pengurus FKPA Kecamatn Sunggal, Pemimpin gereja GPIA Pdt.Suhutan bersama jemaat, Warga Dusun VI Sridadi.
Hadir dalam pertemuan tersebut DPW MUKI Sumut, diantaranya Dedy Mauritz Simanjutak, Milkho Legie S.Th, Richard Simangunsong, MA , Risda Tarigan, Lia Simangunsong, Daniel Sitorus,Septa Tarigan, Samson Pasaribu.
Pertemuan karena adanya protes warga terhadap rencana pembangunan gereja GPIA yang berlokasi Dusun VI Desa Sei Semayang.
Mengingat banyaknya massa yang ingin mengikuti terutama dari pihak yang menolak, pemerintah hanya mengizinkan 10 orang perwakilan dari masing-masing pihak untuk mengikuti mediasi di dalam ruangan.
Warga keberatan karena di daerah tersebut komposisi rumah ibadah tidak sesuai dengan pemeluknya. Ketika diberi kesempatan menyampaikan pandangan peserta mediasi, Dedy Simanjuntak selaku Ketua yang mewakili MUKI meminta agar semangat dialog dikedepankan, bukan superioritas. “Mengingat kita semua sebagai anak bangsa yang memiliki kesamaan hak dalam menjalankan keyakinannya.” Kami mendengar penyebutan bahwa kami ini adalah tamu atau pendatang, saya pikir itu cara berpikir keliru. Nenek moyang kami juga dikubur di bumi Sumatera Utara ini, leluhur kami juga turut berjuang agar Indonesia ini bisa berdiri, kata Dedy.
Dedy menjelaskan bahwa banyaknya aliran gereja di kekristenan membuat tidak semua jemaat bersedia beribadah digereja mana saja. “Kami juga mendukung jika ada penambahan rumah ibadah mesjid didaerah itu, kata Dedy. Jika ada rumah ibadah tempat umat berkumpul dan menerima siraman rohani dari pemimpin nya, itu akan bagus untuk Negara kita. Karena setiap agama mengajar umatnya untuk melakukan kebaikan, yang akan mengurangi angka kejahatan, lanjut Dedy.
Kepada awak media, MUKI mengingatkan bahwa Kabupaten Deli Serdang memiliki semboyan “Rukun Dalam Kebhinekaan”. Aturan memang harus ditegakkan, tapi lebih indah kalau mencari kita kerukunan, tanpa ada pihak yang merasa dikorbankan. Peristiwa ini menjadi batu ujian, bukan hanya bagi masyarakat setempat namun bagi seluruh warga dan pemerintah. Apakah semboyan ini mampu untuk tetap dibuktikan. Tapi kami yakin pemerintah bisa menuntaskan masalah ini”, kata Dedy.
“Kedepan perlu ada pemantapan dan optimalisasi fungsi wadah-wadah musyawarah dan peranan berbagai unsur terutama pemuka agama, agar pemahaman masyarakat tidak menjurus kepada primordialisme. Dan tidak ada lagi kecurigaan di antara sesama kita”, tutupnya.