Rakyat Indonesia tentu sangat mengenal KPAI, lembaga yang kini tersohor karena salah satu komisionernya genit dalam berkata-kata. KPAI itu singkatan, aslinya bernama Komisi Perlindungan Anak Indonesia, lembaga independen negara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.
Menurut Undang-Undang tugasnya sangat mulia melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak dengan mengawal dan mengawasi pelaksanaan perlindungan anak yang dilakukan para pemangku kewajiban perlindungan anak. Andai saja komisionernya sunguh dan benar-benar melaksanakan tugasnya, dipastikan anak-anak terlindungi, tidak ada lagi yang ikut demonstrasi mengantar ayahnya unjuk rasa, mungkin juga tidak ada yang mengemis dijalanan karena diekploitasi orang dewasa.
KPAI harusnya ngurus bagaimana caranya memaksimalkan perlindungan anak. Begitu banyak kasus yang dialami anak-anak, seperti korban kekerasan, bullying, perdagangan, pelecehan, perkosaan, korban bom dan bahkan terbaru berita siswa/siswi SMP yang jadi korban terseret arus sungai gara-gara ikut eskul pramuka.
Lalu Sitti Hikmawati anggota komisioner KPAI, terpelajar lulusan perguruan tinggi negeri yang harusnya ngurus anak-anak tiba-tiba saja ngoceh menelorkan pemikiran baru: perempuan bisa hamil jika berenang di kolam yang ada laki-lakinya. Entah apa yang pernah dikhayalkan Sitti di kolam renang, entah apa juga pijakan berfikirnya sampai-sampai ia ikut juga urusin sperma di kolam renang. Kurang gila apa lagi kegenitan dalam kata-kata.
Seorang kawan menulis di media sosial tentang statment orang-orang bertitel yang berpendidikan dan berkedudukan, tapi logikanya jadi bodoh dan dungu. Mana ada sperma yang bisa survive di luar tubuh, apalagi di air dalam wadah besar yang mengandung kaporit seperti di kolam renang. Lagian, gimana caranya sperma bisa masuk sampe ke tuba fallopi? Perbedaan suhu dan PH otomatis bikin sperma tak bergerak lagi.
Dan AKU, entah apa namanya perasaan yang bergelombang dalam hatiku: terkagum-kagum atau terkaget-kaget pada pernyataan ini. Seorang komisioner KPAI yang digaji oleh negara dengan besaran antara Rp 21,87 juta sampai Rp 26,25 juta setiap bulannya dapat dengan seenaknya membuat pernyataan bodoh dan dungu. Harusnya lembaga KPAI memberikan sanksi pada orang-orang seperti ini, keberadaanya membuat gaduh dan tidak bermanfaat bahkan jadi beban keuangan negara. Harusnya Sitti Hikmawaty sadar diri dan mundur dari jabatannya sebagai komisioner KPAI dan digantikan oleh yang lain yang paham pada tugasnya melindungi anak-anak Indonesia. Salam perjuangan, salam kebangsaan.
Penulis: Ega Mawardin ll Sekjen MUKI