Pilkada tanggal 09 Desember 2020 dilaksanakan serentak di 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota.
KPU dan BAWASLU merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang. Lembaga yang punya peranan cukup signifikan dalam menggelar berhasil tidak nya Pilkada.
Tantangan yang dihadapi lembaga tersebut menurut hemat saya cukup klasik. Tidak ada hal yang dianggap luarbiasa. Biasa-biasa saja seperti sebelumnya.
Diantaranya politik uang, hasil survey pesanan, penggembosan saingan, pemalsuan sertifikat, pelaksanaan PKPU dan kehadiran pemilih.
Belum lagi soal logistik, pelanggaran Pilkada, transportasi, rekrutmen sdm, kampanye dll.
Sangat menarik di analisa menurut hemat saya, Pilkada 2020 berlangsung pada masa pandemi Corona masih merajalela.Bahkan di beberapa daerah seperti Provinsi Kepri terjadi peningkatan pandemi cukup signifikan. (Lihat laporan Gugus Tugas).
Belum ada orang yang punya pengalaman menghadapi Corona. Baru pertama kali Corona terjadi dalam sejarah Indonesia.
Itu sebabnya akhir-akhir ini, ada sekelompok masyarakat (Ormas dan LSM) mengajukan tuntutan kepada Pemerintah agar Pilkada diundur sampai vaksin dibagikan tahun 2021.
Ormas dan LSM yang mengajukan tuntutan, menyatakan bahwa pandemi Corona merupakan keadaan darurat. Presiden dalam keadaan darurat dapat menerbitkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang) pengunduran Pilkada.
Pertimbangan mereka cukup sederhana.
Khawatir banyak pemilih tidak mau datang ke TPS. Pengalaman Pilkada dan Pemilu sebelumnya, banyak pemilih bergerombol berdesakan tanpa jaga jarak. Mereka yang punya Cakada, rame-rame melihat dan mendengar pengumuman pemenang di TPS masing-masing.
Menurut pemrakarsa (Ormas + LSM), pengunduran Pilkada untuk menghindari rakyat rame-rame bergerombol tanpa jarak. Karena hal tersebut menjadi biang kerok akan muncul cluster baru Pilkada Covid-19. Rakyat ketakutan dan tak mau datang ke TPS. Daripada tertular pandemi Covid, lebih baik diam di rumah.
Pada akhirnya jumlah pemilih akan mengalami penurunan drastis. Sekali lagi pemilih turun drastis !!!
Jika benar hal itu terjadi, akan berakibat nilai Pilkada merosot buruk dan hasil Pilkada tercemar ikut buruk. Keburukan itu akan menjadi milik semua pihak (tercatat dalam sejarah).
Bagaimana sikap Pemerintah ?
Mari kita tunggu.
Penulis: [Djasarmen Purba, SH - Ketum DPP MUKI]